Kuliner Tradisional Kembali Digemari – Bau gurih santan yang mendidih, berpadu dengan aroma daun salam dan lengkuas yang menggoda, langsung menyergap hidung para pengunjung Festival Makanan Nusantara di Jakarta akhir pekan lalu.
Belum juga resmi di buka, antrean mengular di depan salah satu tenda kuliner: penjual lontong slot deposit qris sayur khas Betawi yang tampak sibuk menyendok kuah panas ke atas potongan lontong padat berwarna putih.
Dalam waktu tak lebih dari dua jam, BOOM! lontong sayur itu ludes. Habis total. Tidak tersisa satu suap pun.
Beberapa Kuliner Tradisional Kembali Digemari Sejak Sebelum Jam Buka
“Kita baru buka tenda jam sepuluh pagi, tapi dari jam sembilan udah banyak yang nanya-nanya dan standby di depan meja. Ini gila banget sih,” ujar Ibu Tati, pemilik warung lontong sayur yang jadi bintang pagi itu. Dalam waktu 120 menit, lebih dari 300 porsi lontong sayur di bagikan. Antrean terus mengular, bahkan ada yang rela berdiri satu jam demi sepiring kenikmatan yang mengingatkan pada sarapan masa kecil.
Fenomena ini bukan sekadar keberuntungan. Ini bukti nyata: kuliner tradisional sedang naik daun. Kembali menggoda lidah yang selama ini di sesatkan oleh burger kekinian dan ramen viral.
Baca Juga Berita Terbaik Lainnya Hanya Di wingkingenglewood.com
Lontong Sayur, Sarapan Rakyat Yang Kini Naik Kelas
Lontong sayur adalah simbol kebangkitan rasa lokal. Hidangan ini terdiri dari lontong beras yang di masak dalam daun pisang hingga padat disiram kuah santan berbumbu lengkap. Ada labu siam yang di tumis hingga lunak, tempe goreng, telur pindang, dan tak ketinggalan kerupuk merah jambu yang renyah sebagai pelengkap.
Saat kuah lontong sayur masuk ke mulut, ledakan rasa langsung meletup. Gurihnya santan berpadu harmonis dengan rasa pedas dari sambal, manis dari labu siam, dan aroma khas dari bumbu dapur Indonesia: serai, lengkuas, bawang merah, dan ebi. Ini bukan sekadar makanan. Ini nostalgia. Ini identitas. Ini Indonesia.
Masyarakat Lelah Dengan Rasa Impor
Fenomena ini muncul karena masyarakat jenuh. Ya, jenuh dengan makanan cepat saji yang serba instan, penuh pengawet, dan tidak ada ceritanya. Makanan modern mungkin praktis, tapi tak punya ruh. Tidak ada memori di balik sepotong pizza dingin. Tidak ada kenangan di balik ayam goreng franchise luar negeri.
Sebaliknya, lontong sayur menyimpan banyak kisah. Tentang nenek yang bangun pagi demi memasaknya. Sarapan di warung sederhana saat masih mengenakan seragam sekolah. Tentang lebaran dan pagi hari yang selalu di awali dengan lontong, ketupat, dan sayur labu.
Kini masyarakat mulai sadar, makanan tradisional bukan hanya lezat tapi punya nilai emosional yang tak tergantikan.
Daya Tarik Visual Yang Menggugah Selera
Selain soal rasa dan nostalgia, faktor visual juga tak bisa di abaikan. Lontong sayur yang di sajikan dalam daun pisang, dengan kuah kekuningan yang berminyak dan kerupuk merah menyala, menjadi konten yang “Instagramable”. Banyak food blogger dan pengunjung festival langsung membagikan foto lontong sayur ke media sosial, memicu lebih banyak orang datang dan ikut antre.
Ternyata, kuliner tradisional pun bisa viral. Tidak butuh topping aneh-aneh atau teknik plating ala restoran bintang Michelin. Cukup sajikan apa adanya, dan biarkan rasa serta tampilannya yang bercerita.
Pengusaha Kuliner Pun Mulai Melirik Kembali Masakan Tradisional
Gelombang kembalinya kuliner tradisional ini tak luput dari perhatian para pelaku usaha. Banyak dari mereka mulai melakukan rebranding pada makanan klasik. Lontong sayur kini hadir dalam versi modern di sajikan dalam mangkuk keramik dengan label “authentic Indonesian breakfast”, di banderol dengan harga dua kali lipat dan tetap laku keras.
Tapi yang mengejutkan, justru versi kaki lima yang paling di buru. Orang tak hanya mencari rasa, tapi juga pengalaman makan yang otentik. Duduk di bangku plastik, menyeka keringat karena kuah panas dan sambal pedas, sambil mendengar riuhnya festival, justru menjadi nilai jual yang tak bisa di tiru restoran mahal.
Festival Kuliner Sebagai Panggung Kebangkitan Rasa Lokal
Festival Makanan Nusantara kini menjadi ajang unjuk gigi bagi para penjaga rasa tradisional. Di tengah gempuran makanan fusion dan trend kuliner luar negeri, festival ini menjadi bukti bahwa lidah masyarakat Indonesia tak pernah benar-benar melupakan rumahnya.
Setiap tenda makanan seakan bersaing bukan hanya dengan rasa, tapi dengan sejarah. Dan di antara semua hidangan, lontong sayur muncul sebagai raja pagi itu membuktikan bahwa kuliner tradisional belum habis, malah sedang bangkit dengan ledakan rasa dan cinta dari para penikmat setianya.